JAKARTA : Pemerintah diminta untuk memberikan berbagai insentif ekonomi bagi usaha mikro kecil dan menengah agar memiliki daya saing ebih baik terhadap produsen luar negeri terutama menghadapi perdagangan bebas.
Ketua Umum Kadin Suryo Bambang Sulisto mengatakan tuntutan untuk peningkatan daya saing terhadap sektor usaha khususnya UKM harus dilakukan dengan menciptakan kondisi dan lingkungan bisnis yang kondusif.
Tanggungjawab pemerintah menciptakan lingkungan bisnis yang bersaing bagi UMKM sehingga bisa mensejajarkan posisi pelaku usaha domestik dengan pemain luar negeri baik dari efisiensi produks, terutama kebijakan yang memudahkan dan pemberian insentif.
"Kita harus bisa melihat bagaimana pesaing bisa memproduksi dengan harga murah, dan harus berani mengakui ada kelemahan di dalam negeri. Paling dominan justru ada di ranah pemerintah untuk bisa menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif, misalnya biaya logistik yang lebih murah," ujarnya seusai membuka Dialog Bisnis Akhir Tahun 2010 HKI di Jakarta hari ini.
Menurut Suryo, Kadin sebagai wadah terbesar dunia usaha berkomitmen mendukung pemerintah dalam upaya menciptakan lingkungan bisnis yang berdaya saing itu terutama dengan memberikan insentif pajak, memurahkan biaya logistik, biaya energi dan kemudahan dalam pengurusan dokumen perizinan usaha.
Semua itu, harus dikejasamakan antara pemerintah dan dunia usaha agar sesuai dengan kebutuhan pelaku usaha pada saat ini dan ke depan.
"Intinya daya saing itu harus diciptakan oleh pemerintah dengan menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif mulai dari perbaikan sisi kebijakan, insentif pajak dan berbagai biaya ekonomi serta kemudahan dalam perizinan." (ra)
http://didikachmadi.blogspot.com/2010/01/pengembangan-usaha-kecil-dan-menengah.html
PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM MENGHADAPI PASAR REGIONAL DAN GLOBAL
Sekilas Mengenai Kondisi Perekonomian dan Pentingnya UKM Prospek ekonomi dunia diprakirakan membaik pada tahun 2004 dan selanjutnya melambat pada tahun 2005-2006. Di lain pihak prospek ekonomi Indonesia tahun 2004-2006 diprakirakan terus membaik, ditandai oleh pertumbuhan ekonomi yang meningkat secara bertahap hingga sekitar 6 % pada tahun 2006. Kemudian dilihat dari kontribusi sektoral, maka sektor industri, sektor perdagangan dan sector pertanian diprakirakan menjadi sektor utama pertumbuhan PDB tahun 2004-2006 (Miranda S.Goeltom, 2004). Walaupun terdapat kecenderungan perbaikan perekonomian Indonesia di masa mendatang sebagai dampak dari kondisi ekonomi global, regional dan adanya perbaikan sarana dan prasarana yang dapat menunjang kegiatan ekonomi domestik, tampaknya perlu diwaspadai kemungkinan adanya beberapa isu kritis yang sering menghambat pertumbuhan ekonomi suatu negara, diantaranya adalah: (1) Tingginya pengangguran, (2) rendahnya investasi, dan (3) biaya ekonomi tinggi. Isu tingginya penganguran dan ekonomi biaya tinggi merupakan isu lama dan klasik yang selama ini belum dapat diatasi dengan baik. Kemudian isu rendahnya investasi merupakan produk dari kekurang percayaan investor terhadap kondisi perekonomian Indonesia, termasuk di dalamnya masalah politik dan keamanan. Kemungkinan isu kritis tersebut berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi Indonesia ke depan. Oleh karena itu, harus cepat direspon oleh semua pihak, terutama pihak pemerintah khususnya dalam menen-tukan kebijakan pengembangan ekonomi nasional pada tahun 2005-2009. Pengalaman Indonesia selama tiga puluh tahun kebelakang terutama pada tujuh tahun terakhir, memberikan informasi dan sekaligus pelajaran berharga bagi kita, bahwa pada masa lalu runtuhnya perekonomian Indonesia ternyata sebagai akibat dari kekurangmampuan pengambil keputusan di pemerintahan Indonesia saat itu dalam merespon berbagai isu kritis , seperti telah disebutkan di atas. Pada saat itu perekonomian Indonesia hanya bertumpu pada beberapa usaha skala besar (konglomerat). Oleh karena itu, respon yang cepat dan tepat terutama oleh pihak pemerintah terhadap isu kritis yang selalu menghantui kegiatan perekonomian tersebut, akan sangat bermanfaat bagi kemungkinan ketahanan dan sekaligus keamanan perekonomian Indonesia di masa mendatang. Dengan demikian, kebijakan pemerintah untuk memberikan kesempatan yang sama kepada kegiatan usaha kecil dan menengah (UKM) untuk dapat maju dan berkembang sesuai dengan kapasitas dan kapabilitasnya, merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi ketahanan dan keamanan perekonomian Indonesia di masa mendatang. Ini artinya bahwa UKM harus dapat tumbuh dengan baik, sehingga masalah mengenai pengangguran, rendahnya minat investasi dan ekonomi biaya tinggi dapat berkurang secara nyata. Manggara Tambunan (2004) menyebutkan bahwa setelah krisis ekonomi berjalan selama tuijuh tahun, salah satu pelajaran berharga yang dapat diambil adalah bahwa : (1) ekonomi Indonesia tidak dapat hanya mengandalkan peranan usaha besar, (2) Usaha kecil menengah (UKM) memiliki ketahanan yang lebih baik dibandingkan dengan usaha besar karena UKM lebih efisien dan (3) hingga sekarang belum ada kejelasan kebijakan industri dan bagaimana yang diadopsi agar lebih mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja bagi pengangguran dan kemiskinan.
Analisis Usaha Kecil Menengah
Masalah ekonomi biaya tinggi hanya dapat diatasi dan diselesaikan dengan baik, apabila keberadaan pemerintahan yang bersih dan jujur dan bertanggung jawab (good governance) diupayakan secara sunguh-sungguh dan berkesinambungan. Apabila ini dapat dilaksanakan dengan baik, maka akan berdampak secara langsung terhadap penurunan terhadap ekonomi biaya tinggi, baik yang terjadi di pemerintahan maupun yang dilakukan oleh para pengusaha, termasuk pengusaha dengan skala kecil dan menengah. Paling tidak biaya untuk perijinan, restribusi dan pajak serta sejenisnya dapat mengurangi beban para pengusaha kecil dan menengah. Kemudian masalah masih tingginya pengangguran, dapat dikurangi secara nyata apabila kemudahan bagi pengembangan UKM nyata-nyata terlaksana dengan baik. Semakin banyak jumlah UKM serta semakin berkualitas dan berkembang UKM, maka akan berpeluang untuk menyerap lebih banyak tenaga kerja. Badan Pusat Statistik (2003) menyebutkan bahwa jumlah UKM tercatat 42,3 juta atau 99,90 % dari total jumlah unit usaha.UKM menyerap tenaga kerja sebanyak 79 juta atau 99,40 % dari total angkatan kerja.Kontribusi UKM dalam pembentukan PDB sebesar 56,70 %. Kemudian sumbangan UKM terhadap penerimaan devisa negara melalui kegiatan ekspor sebesar Rp 75,80 triliun atau 19,90 % dari total nilai ekspor. Dengan berbagai spefikasinya, terutama modalnya yang kecil sampai tidak terlalu besar, dapat merubah produk dalam waktu yang tidak terlalu lama dan manajemennya yang relatif sederhana serta jumlahnya yang banyak dan tersebar di wilayah nusantara, menyebabkan UKM memiliki daya tahan yang cukup baik terhadap berbagai gejolak ekonomi. Berbagai permasalahan mikro yang terdapat pada kebanyakan UKM, dapat menghambat UKM untuk dapat berkembang dengan baik, terutama dalam mengoptimalkan peluang yang ada. Kondisi tersebut memberikan isyarat bahwa UKM sepantasnya diberikan bantuan sesuai dengan kebutuhannya. Sehubungan dengan permasalahan secara umum yang dialami oleh UKM, Badan Pusat Statistik (2003) mengidentifikasikan sebagai berikut: (1) Kurang permodalan (2) Kesulitan dalam pemasaran (3) Persaingan usaha ketat (4) Kesulitan bahan baku (5) kurang teknis produksi dan keahlian (6) keterampilan manajerial kurang (7) kurang pengetahuan manajemen keuangan (8) iklim usaha yang kurang kondusif (perijinan, aturan/perundangan) Bagi keperluan pengembangan usaha UKM di masa mendatang, diperlukan adanya bantuan layanan bisnis dari lembaga swasta, lembaga pemerintah dan individu sesuai dengan kekurangan masing-masing UKM. Hasil penelitian kerjasama Kementerian KUKM dengan BPS (2003) menginformasikan bahwa jenis layanan yang paling banyak diharapkan dari lembaga pelayanan bisnis (LPB) atau business development services provider (BDSP) adalah: fasilitasi permodalan (84,79 %, fasilitasi perluasan pemasaran (79,64 %), fasilitasi jasa informasi (76,03 %), fasilitasi pengembangan desain produk, organisasi dan manajemen (58,51 %), fasilitasi penyusunan proposal pengembangan usaha (55,93 %), fasilitasi pengembangan teknologi (54,38 %). Hasil penelitian tersebut lebih lanjut mengemukakan bahwa UKM yang mengalami kesulitan usaha 72,47% sisanya 27,53 % tidak ada masalah Dari 72,47 % yang mengalami kesulitan usaha tersebut, terutama meliputi kesulitan : (1) Permodalan (51,09 %), (2) Pemasaran (34,72 %), (3) Bahan baku (8,59 %), (4) Ketenagakerjaan (1,09 %), (5) Distribusi transportasi (0,22%), dan (6) Lainnya (3,93 %) Lebih lanjut disebutkan bahwa dalam mengatasi kesulitan permodalannya diketahui sebanyak 17,50 % UKM menambah modalnya dengan meminjam ke bank, sisanya 82,50 % tidak melakukan pinjaman ke bank tetapi ke lembaga Non bank seperti Koperasi Simpan Pinjam (KSP), perorangan, keluarga, modal ventura, lainnya. Alasan utama yang dikemukakan oleh UKM kenapa mereka tidak meminjam ke bank adalah: (1) prosedur sulit (30,30 %), (2) Tidak berminat (25,34 %), (3) Tidak punya agunan (19,28 %), (4) Tidak tahu prosedur (14,33 %), (5) Suku bunga tinggi (8,82 %), dan (6) Proposal ditolak (1,93 %). Penelitian yang dilakukan Gofur Ahmad (2004) terhadap UKM yang berusaha di bidang pengrajin garmen yang berlokasi di Sentra Warung Buncit, diantaranya menyebutkan bahwa saat ini yang paling dibutuhkan oleh pengrajin adalah adanya bantuan modal berupa kredit lunak, agar mereka dapat mengembangkan usaha mereka di bidang garmen. Hal ini dapat dilihat dari 82,30 % pengrajin merasa tidak memiliki cukup modal untuk mengembangkan usahanya. Sementara untuk menanggulangi kekurangan modal tersebut, mereka mengatakan tidak tahu secara persis kepada siapa atau lembaga mana mereka harus mencari bantuan modalnya. Di satu sisi UKM pada umumnya sangat memerlukan bantuan permodalan bagi pengembangan usahanya, tetapi di lain sisi perbankan dan mungkin juga perorangan masih kelebihan dana. Walaupun secara makro penyaluran kredit bagi UKM terus meningkat dalam lima tahun terakhir ini, ternyata peningkatan terbesar masih berada pada kredit konsumsi. Peningkatan kredit perbankan untuk UKM khususnya bagi keperluan tambahan modal kerja dan investasi masih jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan kredit konsumsi. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan (dalam Milyar Rp)
Jenis Kredit | Periode | Desember 1999 | Desember 2000 | Desember 2001 | Desember 2002 | Desember 2003 | Juni 2004 | Konsumsi Modal Kerja Investasi Total UMKM | 23,307 39,592 12,148 75,047 | 36,215 40,561 10,432 87,199 | 54,869 50,281 14,599 119,749 | 76,122 68,974 16,718 161,814 | 100,965 90,030 22,296 213,291 | 118,032 99,349 26,408 243,790 |
Sumber: Bank Indonesia di dalam Maulana Ibrahim (2004)
Atas dasar kondisi tersebut, tampaknya sangat mutlak diperlukan adanya bantuan bagi UKM, yaitu: (1) layanan untuk dapat akses ke lembaga keuangan, dan (2) tersedianya lembaga jaminan kredit yang permanen bagi UKM. Maulana Ibrahim (2004) mengemukakan bahwa berdasarkan data business plan 13 bank umum yang menguasai sekitar 80 % total asset perbankan nasional termasuk BPR diketahui bahwa porsi penyaluran dana bagi UMKM dari kalangan perbankan direncanakan atau ditargetkan sebesar Rp 38,50 triliun. Sampai dengan akhir bulan juni 2004 sudah terealisasi sebesar Rp 30, 90 triliun atau 80,40 %. Apabila dibandingkan dengan tahun 2003, realisasi penyaluran kredit bagi UKM tahun 2004 tersebut meningkat dari Rp 27 triliun menjadi Rp 30,90 triliun, namun demikian targetnya menurun dari Rp 42,30 Triliun menjadi Rp 38,50 triliun. Perlu diketahui pula bahwa posisi Juni 2004 Non Performing Loans (NPLs) kredit UMKM sebesar 4,40 % , kondisi ini ternyata lebih kecil dari NPLs total kredit perbankan sebesar 6,20 %. Masalah pemasaran yang terjadi pada rata-rata UKM terutama dengan skala kecil sesuai dengan penelitian Anonimous (2003) adalah sebagai akibat dari banyak faktor, yaitu: (1) Banyak pesaing (53,77 %), (2) Harga jual rendah (27,40 %), (3) Pasar jenuh (6,51 %), (4) Informasi kurang memadai (4,45 %), dan (5) Lainnya (7,88 %). Masalah lainnya yang juga berpengaruh terhadap pengembangan usaha UKMK adalah kesulitan bahan baku. Kesulitan mendapatkan bahan baku tersebut, secara rinci sebagai dampak dari: (1) Harganya mahal (51,30 %), (2) Langka (31,82 %), (3) kualitas kurang baik (9,74 %), dan (4) Lainnya (7,14 %). Atas dasar kondisi seperti dikemukakan terdahulu, dapat disebutkan bahwa secara umum permasalahan utama yang dialami oleh UKM ada tiga hal, yaitu: (1) Kurang permodalan (modal kerja dan Investasi), (2) Pasar yang sangat bersaing (produsen banyak dan harga jual yang sama atau mendekati harga pokok produksi, dan (3) Sulit mendapatkan bahan baku (harganya tinggi dan sulit didapat). Kondisi tersebut akan sangat menyulitkan UKM untuk dapat berkembang dengan baik. Oleh karena itu, agar usaha UKM dapat berkembang dengan baik diperlukan adanya bantuan bimbingan atau layanan bisnis yang jenisnya disesuaikan dengan masalah yang dihadapi oleh setiap kelompok UKM yang mengusahakan produk sejenis, sehingga UKM dapat mengakses ke sumber pembiayaan, pemasaran (pasar output) dan sumber bahan baku (pasar input). Ini artinya bahwa dalam mengembangkan UKM untuk lima tahun ke depan diperlukan adanya strategi yang paradigmanya berubah dari strategi yang mungkin pernah dilakukan di masa yang lalu. Salah satu dasar strategi tersebut adalah menggunakan pendekatan kluster. Pendekatan klaster tampaknya merupakan pilihan yang bijaksana bagi pengembangan UKM di masa mendatang.
Pendekatan Kluster
Pendekatan kluster tampaknya merupakan pendekatan yang sistematik dalam upaya mengembangkan UKM. Pendekatan kluster ini tidak mudah dilakukan, karena memerlukan berbagai persyaratan, namun demikian pendekatan ini dapat dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan serta konsisten. Konsekuensi logis dari pendekatan ini adalah bahwa komoditi yang diusahakan benar-benar terpilih, paling tidak punya keunggulan komparatif, orang-orang yang ada di dalamnya mempunyai kesadaran dan kemauan yang cukup tinggi termasuk di dalamnya akhlak yang baik, perlu adanya aglomerasi dan kaitan hulu-hilir, sarana dan prasarana pendukung yang memadai. C. Richard Hatch di dalam Anonimous (2003) mengusulkan pengembangan jejaring UKM dengan pendekatan klaster, meliputi: 1) mengembangkan kriteria untuk menyeleksi partner (pasangan) yang memiliki pengalaman dan pengetahuan lokal yang memadai 2) mengkaji system bisnis dan operasi secara internal setiap pelaku bisnis yang akan dikembangkan 3) mengembangkan kurikulum dan materi pelatihan bagi UKM, broker/ pialang bisnis atau konsultan BDS Providers dan dikomunikasikan lewat berbagai media termasuk internet 4) merancang skim subsidi yang efisien yang dapat mencegah terjadinya distorsi untuk menutupi biaya awal bagi pialang jejaring bisnis 5) menyediakan bantuan teknis bagi setiap UKM yang bekerjasama 6) merancang dan melakukan evaluasi secara seksama setiap upaya pengembangan jejaring bisnis melalui klaster UKM 7) memberikan perhatian dari berbagai usulan kajian yang dilakukan oleh staf, pihak-pihak yang bekerjasama, pialang bisnis termasuk BDS provider dalam penyempurnaan setiap konsep yang akan dikembangkan dalam pengembangan klaster UKM. Sehubungan dengan masalah pendekatan kluster, Suhendar Sulaeman dan Eriyatno (2002) mengemukakan bahwa: pada tingkat yang cukup luas (meso) berbagai kebijakan yang menyangkut BDS akan dapat menjadi suatu hal yang penting bagi terciptanya suatu cluster dan network yang kompetitif.Kebijakan pengembangan/ peningkatan infrastruktur, kualitas SDM dan penguasaan teknologi, merupakan suatu perangkat penting dalam mendinamisasikan dan mengembangkan klaster (cluster) dan jejaring (networing) UKM. Kemudian UNTCTAD di dalam Suhendar S dan Eriyatno (2002) menyebutkan bahwa dalam praktek, upaya pengembangan UKM melalui klaster perlu inisiatif/upaya sebagai berikut: 1) terciptanya BDS, 2) adanya lingkungan industri, pusat ilmu pengetahuan dan teknologi, inkubator, infrastruktur dasar, 3) mengupayakan adanya sekolah-sekolah teknik, 4) terciptanya program jejaring industri, dan 5) terciptanya jejaring informasi. Klaster dapat dikembangkan dari yang sebelumnya sudah ada semacam sentra, misalnya sentra produksi komoditi tertentu, atau ditumbuhkan dari kondisi tidak terdapat sentra tetapi punya potensi cukup baik. Khusus klaster yang dikembangkan dari sentra, telah ditentukan kriterianya. Kriteria sentra yang dapat difasilitasi untuk ditumbuhkembangkan menjadi klaster sesuai dengan Kepmen Koperasi dan UKM No. 32/Kep/ M.KUKM/IV/2003 ditetapkan adalah: 1) terdapat sejumlah UKM, dengan kapasitas produksi yang memadai dalam kawasan sentra yang memiliki prospek untuk berkembang menjadi klaster UKM dengan market share yang layak 2) mempunyai omset penjualan minimal mencapai Rp 200 juta/bulan 3) mempunyai prospek pasar yang berkelanjutan 4) mempunyai jaringan kemitraan dalam pengadaan bahan baku maupun pemasaran 5) mampu menyerap tenaga kerja minimal 40 orang dalam sentra 6) mengutamakan bahan baku local 7) menggunakan tekonologi yang berpotensi meningkatkan mutu produk 8) tersedianya sarana dan prasarana pendukung. Kemudian lebih lanjut disebutkan bahwa sentra yang sesuai dengan criteria kepmen tersebut, oleh pemerintah melalui Kementerian UKM akan diiberi dukungan perkuatan: Modal awal padanan (MAP), Busines Development Services (BDS), dan pelatihan-pelatihan. Pendekatan kluster idealnya akan dapat memecahkan sebagian besar masalah yang ada dalam pengembangan usaha UKM. Pendekatan sentra secara operasional dapat diidentikkan dengan pendekatan kebersamaan ekonomi. Sejatinya bahwa hasil akhir dari pendekatan kluster ini diharapkan dapat menghasilkan produk oleh produsen yang ada di dalam kluster bisnis ini, diharapkan mempunyai peluang untuk menjadi produk yang mempunyai keunggulan kompetitif, sehingga dapat bersaing di pasar regional dan global.
Strategi Pengembangan UKM
Strategi yang diterapkan dalam upaya mengembangkan UKM di masa depan terlebih dalam menghadapi pasar bebas di tingkat regional dan global, sebaiknya memperhatikan kekuatan dan tantangan yang ada, serta mengacu pada beberapa hal sebagai berikut: (1) Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan menyediakan lingkungan yang mampu mendorong pengembangan UKM secara sistemik, mandiri dan Berkelanjutan (2) Mempermudah perijinan, pajak dan restribusi lainnya, (3) Mempermudah akses pada bahan baku, teknologi dan informasi (4) Menyediakan bantuan teknis (pelatihan, penelitian) dan pendampingan dan manajemen (SDM,keuangan dan pemasaran) melalui BDSP. (5) Secara rutin BDSP melakukan pertemuan, lokakarya model pelayanan bisnis yang baik dan tepat (6) Mendorong BDSP untuk masingmasing memiliki keahlian khusus (spesialis), seperti: di bidang Pengembangan SDM, Keuangan, Pemasaran. Ini terutama diperlukan bagi upaya pelayanan kepada usaha menengah yang pasarnya regional dan global (7) Menciptakan sistem penjaminan kredit (financial guarantee system) yang terutama disponsori oleh pemerintah pusat dan daerah (8) Secara bertahap dan berkelanjutan mentransformasi sentra bisnis (parsial) menjadi kluster bisnis (sistemik).
Kesimpulan
Pengembangan UKM berarti disamping meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan usaha UKM tersebut, juga dapat dijadikan andalan dalam meningkatkan Pembangunan perekonomian Indonesia. UKM yang dapat diandalkan untuk bersaing di pasar regional dan global, adalah UKM yang mengusahakan produk mem-punyaii keunggulan komparatif dan atau keunggulan kompetitif. Klaster bisnis merupakan pengembangan usaha UKM secara secara sistemik, sehingga UKM yang ada di dalamnya mem-punyai peluang untuk menjadi usaha yang handal dan kompetitif. Menetapkan UKM sebagai motor pengerak pembangunan ekonomi nasional di masa mendatang merupakan pilihan yang sangat tepat dan bijaksana, namun harus dilengkapi dengan strategi pengembangan yang tepat.
http://www.depkop.go.id/menkopukm/index.php?option=com_content&view=article&id=254:sistem-informasi-data-dasar-koperasi-dan-ukm-terpilih-sidd-kukmt-&catid=54:bind-berita-kementerian&Itemid=98
Written by Artikel | Wednesday, 02 June 2010 06:35 | Perangkat lunak Sistem Informasi Data Dasar KUKM Terpilih (SIDD KUKMT) sedang dalamtahap akhir pengembangan. Sistem tersebut diharapkan mampu memberi peringatandini terkait dengan dampak aplikasi kebijakan terhadap sektor KUKM. KOPERASI dan UKM (KUKM) diakui memiliki peran strategis bukan saja mendorong pertumbuhan ekonomi, melainkan juga penyerapan tenaga kerja. Karena dinilai sangat strategis untuk distribusi barang dan jasa, KUKM memiliki peran penting untuk mengatasi pengangguran dan kemiskinan.
Hal itu dapat dilihat bukan saja dari proporsi jumlah usaha, melainkan juga perannya terhadap ekonomi nasional. Jumlah koperasi pada 2008 sebanyak 155.301 unit dengan anggota 26.814.780 orang dan volume usaha Rp62,25 miliar, SHU Rp4,28 miliar.
Berdasarkan data BPS 2008 jumlah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berkembang menjadi 51,26 juta dan mampu memberikan kontribusi pada total PDB nasional sebesar 52,7%, atau sekitar Rp2.6o9,4 triliun dari total PDB Rp4.954,o triliun. Sektor UKM juga mampu menyerap tenaga kerja 90,9 juta orang atau 94,4% dari total tenaga kerja nasional.
Secara teknis, upaya pemberdayaan KUKM dipengaruhi faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang berpengaruh pada upaya pemberdayaan KUKM adalah sumber daya manusia, pasar, modal, teknologi, dan lingkungan bisnis. Sementara itu, faktor eksternal yang mempengaruhi KUKM adalah kondisi politik, internasional, ekonomi, hukum, dan sosial budaya.
Untuk mengetahui setiap dampak kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terhadap perkembangan KUKM, tahun ini Deputi Bidang Pengkajian Sumber Daya UKMK, Kementerian Negara Koperasi dan UKM, akan meluncurkan Sistem Informasi Data Dasar Koperasi dan UKM Terpilih (SIDD KUKMT).
SIDD KUKMT merupakan software berbasis web yang terkomputerisasi dan terintegrasi sehingga mampu memberikan kemudahan bagi pemerintah untuk melakukan perhitungan, proyeksi, pemeriksaan, dan peringatan tentang kondisi terkini dari permasalahan yang tengah dihadapi koperasi dan UKM.
Data yang mampu diakses dalam software ini antara lain adalah kemampuan produksi, kemampuan bertahan, kemampuan ekspansi, maupun dalam hal peranan dalam perekonomian, penyerapan tenaga kerja, inflasi, distribusi, maupun fiskal.
Berdasarkan data dalam software itu, pemerintah dapat mengetahui sejauh mana efektivitas dan efisiensi satu kebijakan, pascadike-luarkannya kebijakan pada sektor koperasi dan UKM. Dengan mekanisme itu, di masa datang pemerintah dapat menyusun kebijakan lebih efektif.
Saat ini ada tiga permasalahan pokok yang kerap kali dihadapi Koperasi dan UKM, yaitu dinamisnya situasi pasar, perubahan kondisi ekonomi global yang mengakibatkan gejolak harga, aplikasi kebijakan pemerintah yang berdampak pada sektor koperasi dan UKM. Faktor kebijakan pemerintah di sektor koperasi dan UKM itulah yang menjadi sasaran utama untuk dikaji melalui software ini.
Misalnya pemerintah berniat menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), diharapkan dapat ditampilkan di layar komputer sektor koperasi dan sektor UKM mana saja yang terkena dampak atas naiknya harga BBM. Contoh berikutnya adalah, bila pemerintah berniat akan menaikkan harga kedelai, pada tabel komputer diharapkan akan nampak sejumlah koperasi tahu tempe yang akan menerima-dampaknya. Berdasar hal itu, permasalahan potensial diharapkan dapat ditangani secara dini, melalui diluncurkannya software Sistem Informasi Data Dasar Koperasi dan UKM Terpilih (SIDD KUKMT).
PERANTI LUNAK
Langkah tersebut diharapkan dapat meminimalisasi dampak yang merugikan koperasi dan UKM, baik yang diakibatkan kebijakanpemerintah secara langsung, maupun oleh gejolak harga akibat tidak langsung dari kebijakan lain. Hasil analisa software itu juga bisa dijadikan informasi, sekaligus pengetahuan bagi masyarakat luas yang berminat mengembangkan usaha mereka.
Dalam rangka pengembangan, sumber data bagi aplikasi sistem tersebut akan dikumpulkan dengan kuesioner untuk koperasi dan UKM yang diambil secara acak se-Indonesia. Struktur datanya terdiri dari data UKM, data koperasi, tabel data referensi untuk informasi dari sektor koperasi, UKM, provinsi, kabupaten/kota, dan data transaksi.
Peranti tersebut didesain user friendly. Program menunya terdiri dari program utama yang dihubungkan ke sub-sub program, subprogram input/edit, subprogram output, submenu untuk print/ cetak (Word, Excel, dan PDF), subprogram petunjuk/pertolongan, subprogram utility, subprogram back up data.
Input datanya terdiri dari data Koperasi dan UKM se-Indonesia, dengan sektor usaha, komoditas, yang dibagi per provinsi dan kabupaten/ kota. Untuk meng-inpuf data selain dapat dilakukan di pusat input data, dapat dilakukan secara online melalui media web, dengan menyewa salah satu space di provider.
Sementara itu, untuk output datanya berupa data keragaan koperasi (daftar rekap dan detail koperasi perprovinsi, jenis koperasi, berupa tabel dan grafik. Output data tersebut dapat menunjukkan keterkaitan antar sektor Koperasi dan UKM, yang dapat dicetak dalam format PDF maupun Word. Back up data dilakukan setiap triwulan, semester, dan tahunan, sedangkan restore data dapat dilakukan per periode. Tidak kalah pentingnya dari itu semua adalah tentang jaminan keamanan data. Aplikasi program tersebut dapat di-back up/restore/clear data hanya oleh administrator, yang dilindungi password. Hardware dan software yang digunakan di pusat data adalah Windows 2003 Server, sedangkan para klien hanya membutuhkan browser Internet Explorer/IE dan Mozilla Firefox Aplikasi Sistem Informasi Data Dasar KUKM Terpilih ini dibuat under web (PHP dan MySQL).
Sektor Koperasi dan UKM yang akan menjadi objek dalam aplika-s\/software SIDD KUKMT mencakup koperasi angkutan, koperasi tahu tempe, koperasi perikanan, koperasi susu, koperasi kerajinan, koperasi pertanian, sektor ukm di bidang pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor jasa.
Sumber : Media Indonesia
|
« Kadin: 99% (51,26 Juta) dari Total Unit Usaha adalah UMKM Kadin: UMKM Sumbang 53% PDB 2009 »
https://jurnalukm.wordpress.com/2010/09/11/menko-hatta-tidak-bangga-ri-punya-51-juta-umkm/
Menko Hatta Tidak Bangga RI Punya 51 Juta UMKM
September 11, 2010 by jurnalukm Mengapa dengan angka unit UMKM besar tetapi bangsa Indonesia belum bisa bersaing?
Jumat, 3/9/2010: Menko Perekonomian, Hatta Rajasa, mengaku tidak bangga memiliki UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah) sebanyak 51,3 juta. Pasalnya, meski jumlah unit usaha sebanyak itu Indonesia belum masuk kategori negara maju.
"Ini perlu dikritisi mengapa dengan 51,3 juta unit usaha, negara kita belum baik," ujar Hatta saat membuka Rakornas Kadin Indonesia bidang UMKM dan Koperasi di Jakarta Convention Center, Jumat, 3 September 2010. Karena secara teori, negara maju dan kuat ekonominya apabila masyarakatnya lebih dari 4 persen adalah entrepreneur.
"Rasanya kita sudah lebih dari 4 persen, lalu kenapa belum? Kesalahan ada di mana, apa mereka ini buka entrepreneur," ujar Hatta melontarkan pertanyaan. Alasan itulah yang membuat pemerintah belum senang dengan adanya 51,3 juta unit UMKM.
"Secara statistik angkanya OK, tapi itu tidak membuat kita senang," ujarnya. "Apa kita happy? Belum," ujar dia. Hatta bertanya mengapa dengan angka unit UMKM sebesar itu dan ekonomi tumbuh besar, tetapi bangsa Indonesia tetap belum bisa bersaing?
Hatta berteori bahwa ada yang salah dalam sistem usaha dan pemerintahan yang sedang berjalan. Meski belum dijawab penuh, dugaan sementara ada bagian kosong di tengahnya entah dalam kebijakan atau dukungan pengusaha untuk membuat negara ini maju. Untuk itu, ia menekankan adanya kolaborasi antara kedua belah pihak, antara pengusaha dan pemerintah guna lebih baik.
"Kami terus mendorong pengusaha baru dan harus ada keberpihakan. Kalau dulu sifatnya person to person, sekarang lebih ke kebijakan. Jadi kebijakan itu bisa jalan atau tidak, itulah yang dinilai," katanya.
Menurut Hatta, harusnya dengan 51,3 juta UMKM, setidaknya ada 90 juta lapangan kerja atau hampir setengah penduduk Indonesia sudah dalam kondisi baik.
Namun, dia mengakui kuatnya kondisi ekonomi lantaran ditopang oleh UMKM. Ini bisa dilihat pada saat krisis lalu. "Di mana ekonomi dunia sedang kontraksi dan ekspor kita minus 13 persen, tapi secara nasional ekonomi kita masih ditopang oleh UMKM," ujarnya.
Sumber: Vivanews, Smecda.
« BCA Turunkan Nett Interest Margin (NIM) Kadin: 99% (51,26 Juta) dari Total Unit Usaha adalah UMKM »
Rp80T Anggaran Pemberdayaan UMKM Belum Terserap
September 11, 2010 by jurnalukm Uang tersebut tidak terpetakan dengan baik karena tidak terdapat sistem yang memantau efektivitas penggunaannya. -Kadin Indonesia Jumat, 03/09/2010: Kamar Dagang Industri (Kadin) Indonesia mencatat sekitar Rp 80 triliun dana pemberdayaan UMKM yang tersebar di 21 kementerian belum terserap efektif. Kesannya tumpang tindih sehingga tidak fokus digunakan untuk pemberdayaan UMKM.
Uang tersebut tidak terpetakan dengan baik karena tidak terdapat sistem yang memantau efektivitas penggunaannya. "Ini memang masalah klasik, adanya tumpah tindih, karena birokrasi masih kompleks. Untuk itu harus ada yang fokus dan bertanggung jawab mengelola anggaran," ujarnya Wakil Ketua Kadin Indonesia Bidang UMKM dan Koperasi, Sandiaga Uno, dalam sambutan pada acara Rapat Koordinasi Nasional UMKM yang diselenggarakan Kadin Indonesia, di Jakarta Convention Center (JCC), Jumat (3/9).
"Ada kesan tiap kementerian hanya mengurusi bidangnya saja, tidak spesifik pembiayaan bagaimana bidang pemasaran, manajemen. Semuanya dilimpahkan pada Kementerian Koperasi dan UKM saja," jelasnya.
Ia menyatakan, anggaran tersebut adalah Rp 71 triliun dana pemberdayaan UMKM dalam APBN, sedangkan sisanya berasal dari program tanggung jawab sosial Kadin Indonesia.
Berdasarkan hasil survei, lanjut Sandi, 1 dari 5 pengusaha menyatakan kebijakan pemerintah sudah tepat sasaran, sedangkan selebihnya menyatakan belum tersentuh kebijakan pemerintah.
Untuk itu, lanjut Sandi, Kadin Indonesia mengusulkan pembentukan Dewan Nasional UMKM yang diketuai langsung oleh Presiden SBY untuk memetakan seluruh potensi UMKM yang ada di seluruh Indonesia. "Kadin mengusulkan terbentuknya Dewan UMKM. Dewan nasional yang mungkin ketuanya presiden," jelasnya.
Keberadaan presiden sebagai ketua harian dalam dewan tersebut, lanjut Sandiaga, akan lebih mempunyai pengaruh kuat ketimbang menteri. Terlebih masing-masing kementrian mempunyai program-program UMKM masing-masing.
"Karena kalau level menteri nggak akan jalan programnya," ujarnya.
Kadin juga berharap, pemerintah bukan hanya memberi dukungan dalam bentuk pembiayaan (insentif), tetapi juga memberi kemudahan dalam birokrasi.
Sumber: detikFinance, Antara, Surabaya Post, Smecda.
Kemampuan internal perusahaan untuk menghasilkan produk-produk yang mampu bersaing serta mampu melihat pasar potensial (Ina P, 2006) adalah salah satu dari permasalahan daya saing industri dalam negeri baik kecil dan menengah. Indonesia harus terus meningkatkan peringkat daya saingnya di dunia, Indonesia mencatat perbaikan peringkat di tahun 2010 ini dengan menduduki peringkat 44 dari peringkat 54 tahun 2009 (sumber The Global Competitiveness). Daya saing menurut World Economic Forum adalah competitiveness as the set of institutions, policies, and factors that determine the level of productivity of a country atau dengan kata lain, semakin tinggi daya saing suatu negara semakin tinggi pula level pendapatan masyarakatnya.
12 pilar daya saing dari World Economic Forum adalah Institution, Infrastructure, Macroeconomics environment, Health dan Primary Education, Good Market Efficiency, Labor Market Efficiency, Financial Market Development, Technological Readiness, Market Size, Business Shopistication, Innovation.
Pembiayaan penunjang utama daya saing UKM
Friday, 16 April 2010 07:00
Written by Administrator
0 Comments
There are no translations available.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) DKI Jakarta Adisatryo Sulisto mengatakan pembiayaan adalah penunjang utama bagi pelaku usaha kecil menengah (UKM) untuk meningkatkan kapasitas dan daya saingnya.
UKM, menurut dia, sangat miskin akses pembiayaan ke pasar dengan kualitas produksi, manajemen, teknologi serta SDM yang kurang memadai. Melalui seminar mengoptimalkan fasilitas pembiayaan dari pemerintah di Gedung Smesco UKM, Jakarta Selatan, Adisatryo berharap akan diperoleh solusi terbaik.
"Sebagian besar angota Hipmi Jakarta adalah pelaku UKM. Oleh karena itu kami sangat berkepentingan atas sumber pembiayaan itu. Terutama pascaperdagangan bebas antara Asean dengan China [ACFTA]," kata Adisatrya, kemarin (15/04).
Saat ini, katanya, banyak pengusaha khawatir terhadap pemberlakuan ACFTA, karena sebelum perjanjian itu dimulai pada awal tahun ini harga produk atau komoditas China jauh lebih murah dibandingkan dengan produk serupa yang dihasilkan UKM nasional.
Dengan alasan tersebut, Hipmi Jakarta berupaya mengoptimalkan sumber-sumber pembiayaan, terutama dari Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) yang berada di bawah koordinasi Kementerian Koperasi dan UKM.
Optimalisasi akses ini dilakukan organisasi pengusaha muda nasional ibu kota tersebut karena anggotanya sangat sukar menemukan sumber pembiayaan dari perbankan. Kerja sama dengan LPDB diharapkannya mampu menjadi solusi terbaik.
Hadir pada acara tersebut a.l. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Eddy Kuntadi, Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Agus Muharram yang merangkap Deputi Bidang Pemasaran dan Jaringan Usaha pada Kementerian yang sama.(ans)
Sumber : web.bisnis.com
http://abdurrahmanadi.uni.cc/assignment/review-jurnalstrategi-pengelolaan-pengetahuan-untuk-meningkatkan-daya-saing-ukm-revisi.html
Tema : Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
STRATEGI PENGELOLAAN PENGETAHUAN UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING UKM Bambang Setiarso
2005
Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Era Globalisasi sekarang ini begitu pesat, sehingga kemampuan suatu usaha dalam hal menerapkan maupun mengelola ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi faktor utama untuk meningkatkan daya saing.
Dalam hal usaha kecil dan menengah (UKM), pada umumnya keterampilan yang dimiliki pengusaha dan karyawannya dalam menghasilkan suatu produk nasional sudah dapat dikatakan baik, akan tetapi ternyata ini tidaklah cukup untuk dapat memenuhi standar international. Dari studi yang telah dilakukan ditemukan bahwa rendahnya kualitas SDM menjadi kendala serius yang dihadapi UKM dalam hal kualitas produksi.
Dalam hal ini pendidikan bagi SDM dan pengetahuan akan manajemen ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai inovasi menjadi kunci utama untuk dapat menghasilkan produk yang memiliki daya saing intenational.
Tujuan Penelitian - Untuk mengetahui stategi yang paling tepat, yang dapat digunakan usaha kecil dan menengah agar dapat memanfaatkan pengetahuan dan pengalamannya, untuk dapat meningkatkan daya saing.
Metodelogi Variable : variable pada penelitian ini lebih terfokus pada kualitas SDM pada UKM, yang mencakup tingkat ketrampilan, keahlian, dan pendidikan formal yang dimiliki pengusaha dan karyawannya, ditambah dengan tingkat pengetahuan, pengalaman, daya saing, serta keefektifan dan keefisienana manajemen ilmu pengetahuan dan teknologi pada UKM.
Data : Rujukan data yang digunakan peneliti diambil melaui data primer dan data sekunder, yang didapat melalui survey dan wawancara yang dilakukan pada perusahaan UKM makanan dan minuman di daerah Jawa Barat Dan Jawa Tengah, ditambah Ruteg yang ada di Kabupaten Manggarai dan Labuan Bajo di Kabupaten Manggarai Barat, NTT. Selain itu data juga diambil dari data yang dimiliki oleh BPS mengenai usaha yang tidak berbadan hukum, UKM dan sektor industri.
Tahapan Penelitian : Tahapan pertama yang peneliti lakukan dalam melakukan penelitiaannya dilakukan melalui lima fase tahapan. Dimulai dari proses perencanaan, yang lalu dilanjutkan dengan analisa dan studi kelayakan melalui survey dan wawancara, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan desain dan tahapan implementasi, dan yang terakhir umpan balik dari pemakai (user study and feedback).
Model Penelitian : Model penelitian disajikan hanya dalam bentuk penjelasan, tanpa disertai tabel, grafik, maupun perhitungan matematis.
Hasil Dari studi kasus yang dilakukan oleh peneliti, peneliti menemukan bahwa terdapat beberapa masalah utama yang menyebabkan rendahnya kinerja UKM diantaranya :
- Terbatasnya teknologi yang digunakan
- Kurangnya pengetahuan untuk mengelola perusahaan
- Rendahnya pengembangan dan penguasaan teknologi oleh UKM
- Keterbataan modal untuk meningkatkan teknologi
- Kurangnya kemampuan pengusaha untuk memanfaatkan peluang usaha
- Lemahnya akses dan terbatasnya informasi tentang sumber teknologi dan pengetahuan
- Kurangnya kesadaran dan kemauan pengusaha untuk menerapkan IPTEK yang tepat guna di perusahaannya
- Serta kurangnya pengetahuan dalam hal manajemen perusahaan, dan dalam hal manjemen ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam jurnal tersebut peneliti juga mengungkapkan sejumlah faktor yang diperlukan untuk kesuksesan penerapan strategi UKM diperusahaan sebagai berikut :
- Scaning mengenai lingkungan perusahaa.
- Melihat kondisi dan praktek bisnis perusahaan, apakah perusahaan telah melakukan pengumpulan informasi dan pengetahuan mengenai kondisi dan praktek bisnis di luar perusahaan.
- Membandingkan tingkat kemampuan operasional perusahaan, dengan kemampuan operasional pesaingnya.
- Memasukan knowledge sebagai aset
- Menciptakan budaya perusahaan berdasarkan knowledge, seperti corporate-culture perlu diciptakan agar inovasi dapat menjadi budaya dalam perusahaan
- Perusahaan membutuhkan pengelolaan aset knowledge untuk investasi, seperti tenaga kerja dan sistem jaringan pengetahuan dan informasi.
Kesimpulan Peneliti mengungkapkan bahwa Knowledge-lah yang menjadi kunci utama sebagai sumber inovasi pada UKM, sehinga perusahaan UKM dapat mengambil keputusan untuk menetukan strategi yang efektif bagi perusahaannya, yang nantinya akan secara otomatis mampu meningkatkan daya saing UKM. Selain itu Knowledge juga mampu untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di perusahaan.
Saran dan Usulan Lanjutan Kekurangan yang tampak jelas terlihat pada jurnal ini, terlihat pada bagian hasil penelitian yang tidak disertai dengan tabel atau grafik, sehingga disarankan agar melengkapinya dengan tabel dan grafik. Karena sesungguhnya tabel dan grafik dapat memudahkan pembaca untuk dapat melihat dengan lebih jelas dan lebih memahami hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
|